POPULER

Jumat, 06 November 2015
“Semalem kamu kemana?” Tanyaku kepada Dyas. Pacarku.
“Emmm…”
“Kenapa sih gak bilang kalau kamu main sama temen-temenmu?”
“Emang harus ya setiap aku mau ngapain laporan dulu sama kamu?”
“Bukan itu masalahnya Yas, kamu inget kan seminggu lalu kita janjian kalau seharusnya kemarin kita pergi bareng? Terus tiga hari lalu kamu batalin. Inget alasan kamu apa?” Dyas hanya diam dan memalingkan pandangannya dariku. Aku pikir di memang lupa dengan janji itu. “Yang jadi masalah kenapa kamu gak jujur kalau mau pergi sama temen-temen kamu?” lanjutku.
“Aku gak masalah kalau kamu mau jalan sama temen-temenmu, kamu emang butuh mereka. Tapi kenapa kamu jadi bohong sama aku?” masih tanpa kata dia diam. “Kalau kamu belum mau bicara gak apa-apa, kita bahas nanti. Aku mau kuliah dulu.”
---
Bosan, suntuk, itu yang aku rasakan. Beberapa hari ini aku merasa benar-benar bosan dengan segala rutinitasku. Malam ini aku duduk di teras lantai dua kosan mencoba untuk bersantai. Ditemani secangkir teh panas dan laptop aku mulai berselancar di dunia maya. Baca-baca artikel tentang olahraga atau apapun yang bisa menghiburku.
 Jam-jam seperti ini biasaya aku masih bersama Dyas. Ngobrol di kafe atau tempat apapun selepas makan malam bersama. Namun kali ini dia sedang sibuk dengan tugas kuliah yang memaksanya mengerjakan bersama teman-temanya.
Lelah dari tadi baca artikel terus aku beralih membuka facebook. Iseng aku membuka akun keduaku di facebook. Ya, aku memang punya dua akun. Ini karena sekitar setahun lalu aku lupa dengan kata sandi facebook pertamaku. Meski akhirnya aku bisa memulihkannya lewat email.
Ada tiga pemberitahuan dan empat permintaan pertemanan rupanya. ‘Anya Permata Baskoro’ salah satu nama di daftar permintaan pertemananku. Aku penasaran, apa dia ini mantanku waktu sma dulu? Aku mencoba mengunjungi akunnya, dan ternyata benar dia adalah Anya mantan pacarku waktu SMA dulu. “Oh my god” kataku dalam hati.
Ketika itu pula aku tiba-tiba bingung harus bagaimana. Haruskah aku tolak atau terima permintaan pertemanannya. Atau aku biarkan saja? Itu yang langsung mengusik pikiranku.
Anya Permata Baskoro. Aku tahu dia sejak kelas satu SMA, tapi kami baru saling mengenal ketika kelas dua, saat aku satu kelas dengannya. Selang tujuh bulan kemudian kami pacaran.
Bisa di bilang aku beruntung menjadi pacarnya. Cantik, baik, ramah, pandai, dan banyak lainnya yang membuatnya menjadi “Perfect Girl” di sekolahku saat itu. Bukan hanya satu atau dua orang yang berusaha mendekatinya sejak pertama kelas satu. Dari teman sekelas sampai senior pun banyak yang berusaha mendekatinya. Bahkan saat awal kelas dua ada adik kelas yang nekat mencoba PDKT sama dia. Namun tak ada satupun yang bisa membuatnya luluh. Malah aku yang jadi pacarnya,dan dia bilang kalau aku adalah pacar pertamanya.
Hubungan kami bertahan sekitar dua tahun, dan harus berakhir karena LDR. Ya, karena setelah lulus SMA keluarganya pindah ke Makasar dan dia juga harus ikut kesana. Enam bulan menjalani hubungan jarak jauh, aku di Semarang dan dia di Makasar. Akhirnya kami putus karena merasa tak bisa melihat kedepan jalan hubungan ini. Anya yang sepertinya tak akan kembali ke Jawa karena faktor orangtua. Aku sendiri tak pernah terbersit pikiran untuk hidup di luar Jawa.
Konfirmasi permintaan pertemanan? Ya. Setelah aku pertimbangkan lebih baik aku konfirmasi saja. Lagian kenapa juga harus di tolak? Melihatnya saja sudah membuatku terbawa perasaan, meski hanya lewat facebook. Sejujurnya masih tersimpan perasaan di dalam diriku untuknya. “She’s the best ex girlfriend ever I have.” Tapi pertanyaanku kenapa sekarang? Setelah lebih dari 4 tahun.
Tiba-tiba sebuah pesan obrolan masuk di facebok ku. Pesan dari Anya.
“Bima?”
“Hallo Anya.. Apa kabar?”
“Baik. Kamu?”
“Baik juga. Gimana ayah sama ibu?”
“Alhamdulillah mereka sehat.”
Percakapan yang terasa sangat garing karena aku canggung harus gimana. Cukup lama aku hanya membaca pesan terakhirnya tadi tanpa tahu harus bicara apa lagi. Bingung sumpah, sampai akhirnya dia mengirim pesan lagi.
“Aku lagi di Jogja nih Bim…”
Sebuah pesan yang membuatku tambah galau. Kalau saja tidak ada Dyas mungkin saat itu juga aku langsung mengajaknya ketemuan. Tapi sekarang aku gak sendiri lagi.
“Are you serious??” balasku.
“Yepp. Baru dua minggu sih, sedang kuliah S2 disini.” Sesaat percakapan kami terhenti lagi karena aku masih merasa kaku untuk ngobrol. “Suntuk nih, besok ketemuan yuk?” lanjutnya.
“Sorry, I can’t. Aku lagi di Semarang gak di Jogja.”
“Weekend?”
“Juga gak bisa Nya lagi gak bisa pulang. Kalau minggu depan mungkin bisa.”
“Emmm.. Okey, next week. Promise me.”
Ah, sepertinya aku salah ngomong. Bukannya gak mau Nya, hanya saja susah rasanya kalau harus ketemu kamu lagi. Tapi gak bisa juga aku bikin kamu kecewa.
“Gak bisa janji ya Nya, cuma aku usahain buat pulang minggu depan.”
“Hahaha.. Kalau pun kamu bilang gitu aku yakin kamu datang kok. See you.”
“Okey..”

Sesaat kemudian dia off dari facebook. Sementara pikiranku masih melayang tak karuan menelusuri ingatan-ingatan tentang aku dan Anya.

0 komentar: