POPULER

Kamis, 06 Juni 2013

Juli, selalu menjadi bulan yang istimewa buatku. Ya karena memang di bulan inilah aku lahir, jadi tak salah kalau tiap tahunnya bulan ini menjadi bulan yang spesial buatku. Kali ini aku ingin cerita pengalamanku tenteng bualan juli tahun 2011, yang menjadi salah satu bulan terbaik dalam hidupku. Bukan karena meriahnya perayaan ulang tahunku atau aku dapet kado yang aneh, tapi karena pada bulan juli tahun ini aku dapet pengalaman yang sangat menyenangkan.

Ekspedisi Gunung Sumbing

8-10 Juli 2011

Hari ini aku punya rencana buat pergi ke Wonosobo bareng beberapa temen-temenku. Bukan sekedar buat jalan-jalan, tapi kita mau ndaki gunung Sumbing. Setelah sholat jumat aku bersiap berangkat. Sebelumnya udah aku siapin barang-barang yang ingin aku bawa, jadi setelah sholat jumat aku tinggal masukkin aja barang-barangnya. Setelah itu aku berangkat menuju base camp kelasku yang masih berada di daerah Tembalang di Kota Semarang, ya karena aku sedang kuliah di sana.hehe.





Ada 11 orang yang akan berangkat buat ndaki gunung kali ini. Aku, Jazen, Bagus (gebleg/john), Fikar (kipli), yoyok, Anang (mitro), Adi, Dikki, Maman, Munif (bendrong), dan Chacha satu-satunya cewek yang ikut. Sebenernya sih ada satu lagi yang ikut kumpul waktu itu –Reza, tapi bujuk rayu kita buat ngajak dia berangkat gak mempan, jadi dia tetep gak mau ikut. Setelah sekitar jam 4 sore akhirnya kita berangkat. Kita berangkat menuju wonosobo pake motor. Aku boncengan sama Maman, terus Jazen sama yoyok, gebleg sama adi, kipli sama chacha, dikki sama mitro, sementara bendrong naek motor sendirian dengan belalang tempurnya alias motor crypton..haha

Perjalanan ke wonosobo cukup lama, sekitar 4-5 jam. Kita sempet mampir dulu di daerah kendal buat istirahat sama makan malam. Beberapa kali kita dapet masalah selama perjalanan, salah satunya si belalang tempur milik bendrong kecapean. Aku lupa itu di daerah mana, tapi yang jelas itu udah keluar dari daerah kendal. Jadi motornya tuh entah kenapa rodanya bermasalah. Tapi kita tetep bisa lanjutin perjalanan.

Kita sampai di wonosobo udah cukup larut waktu itu, dan langsung menuju rumah salah satu kenalan jazen. Selama di wonosobo kita nginep di tempat kenalan jazen itu, namanya mas mamat. Sampai disana kita sempet terkejut, soalnya lagi ada hajatan di deket rumahnya. Tapi setelah kita hubungin mas mamat akhirnya dia keluar buat ngajak kami menuju rumahnya. Rumahnya sederhana, tapi bagus dan aku suka bentuknya.hehe

Singkat cerita kita disana langsung istirahat. Dan pagi hari kita sempet di ajak buat ke tempat pemendian air panas deket derah situ, gak begitu jauh kita jalan kaki sekitar 10 menit aja. Beberapa dari kita sempet mandi di sumber mata air itu. Aku sih gak ikutan mandi, soalnya udah pernah ngerasain mandi di sumber mata air panas –sebenernya sih bawaan lahir males mandi..haha. sekitar sejam kita di tempat pemandian ini, sampai akhirnya kita pulang ke rumah bang mamat.

Siangnya kita berangkat menuju ke gunung. Kita berangkat dari rumah bang mamat sekitar jam 10 dan perjalanan butuh waktu sekitar 1 jam. Kita semua berangkat bareng bang mamat dan saudaranya mas panji. Sampai di lokasi kita langsung menuju posko buat lapor kalo kita mau melakukan pendakian gunung sambil memenuhi beberapa administrasi. Setelah urusan selesai kita langsung menuju desa yang ada di atas posko tempat kita melapor tadi. Disana kita mampir ke tempat salah satu penduduk buat nitipin sepeda motor kita.

Setelah kita istirahat cukup lama, akhirnya kita berangkat menuju puncak sumbing. Kita naik gunung ditemani sama tiga orang team leader dari desa itu yang aku lupa namanya (hehe maaf). Karena kita gak ada yang tau medannya, jadi kita perlu orang buat jadi team leader. Dan beruntunglah kita dapet orang yang mau buat mandu kita ndaki gunung Sumbing.

Baru sebentar kita jalan udah pada capek,,dasar payah. Padahal belum ada separoh perjalanan, seperlima aja belom ada. Tapi mereka udah pada duduk di pinggir jalan setapak yang kita lewati, duduk sambil ngobrol, minum, malahan ada yang udah ngrokok.

Setelah dirasa cukup akhirnya kita mulai jalan lagi. Jalan yang kita lewati saat itu masih jalan yang cukup lebar. Di samping kanan terhampar sawah, sementara di sebelah kiri ada jurang yang di bawahnya juga terdapat sawah.

Perjalanan kita lanjutkan, dan pada saat ini rombngan udah mulai terpisah. Ada yang udah jalan duluan, juga ada yang masih tertinggal di belakang. Jazen misalnya, dengan santainya dia jalan di belakang sambil sesekali menyalakan rokok tingwenya alias linting dewe –itu lho yang biasanya di rokok sama kakek-kakek, yang dilinting sendiri.

Sampai di Pos 1 kita istirahat lagi. Sebagian dari kita mulai membuka bekal yang kita bawa. Mulai dari makanan ringan, roti, sampe mie instan buat dimasak. Terus sebagian lagi ada yang ngisi botol-botol minuman di sumber mata air yang ada di deket situ buat persediaan nanti.

Sembari menunggu makanan siap, kita sempet ngobrol-ngobrol. Dari obrolan itu aku tahu kalo team leader kami ini udah sering naik turun gunung sumbing. Mereka dan katanya mereka bisa sampe puncak dalam waktu kurang dari lima jam. Hebat deh pokoknya.

Selesai makan kita akhirnya bersiap kembali buat berangkat. Semua tempat minum udah penuh dan siap jadi amunisi kita selama perjalanan. Lepas dari pos 1 kita mulia masuk kawasan hutan, bukan lagi hamparan sawah di kanan kiri.

Jalan setapak yang kita lewati lebarnya gak pasti. Seringnya Cuma bisa dilewati satu orang, tapi kadang ada yang bisa buat dua orang, bahkan ada yang bisa buat beberapa. Kita terus aja jalan, sampai akhirnya kita ngelewati pos 2. Tapi kita gak mampir ke pos ini, soalnya takut kelamaan kalo dikit-dikit berhenti.

Setelah melewati pos 2, rombongan mulai terpecah. Ada 3 kelompok disini, kelompok depan, tengah sama belakang. Saat itu aku ada di rombongan yang tengah. Kita terus jalan nembus hutan yang seakan gak ada ujungnya. Di jalan aku sempet dikasih buah sama salah satu leader kita buah yang mirip strawberry –aku gak tahu namanya. Buahnya berwarna merah, dan rasanya manis keasaman.

Kita sempet berhenti lagi di bawah sebuah pohon besar buat nunggu rombongan yang ada di belakang. Pohon yang jadi tempat kita berteduh ini cukup besar, dan aku kira umurnya tak kurang dari 20 tahun. Di bawah pohon ada sebuah prasati yang terbuat dari batu. Di atas batu tertulis nama seseorang pria yang meninggal disana, waktu melakukan pendakian.

Perjalanan dilanjutkan lagi ketika rombongan udah lengkap. Dan kita kembali melintasi hutan yang kelihatannya menyenangkan kalo buat camping –menurutku sih. Lama kelamaan akhirnya pepohonan mulai berkurang. Itu tandanya kita udah mulai keluar dari hutan. Benar saja, tak lama akhirnya kita keluar dari hutan.

Begitu keluar dari hutan, tampak sebuah pemandangan yang menurutku tak wajar. Aku melihat jalan yang harus kita lalui begitu tandus dan gersang, akan tetapi di samping jalan tumbuh rumput-rumput liar yang sangat lebat. Sesuatu yang sangat kontras. Karena gersangnya bukan gersang karena sering di injak menurutku. Tapi semua itu gak begitu aku permasalahin.

Perjalanan terus berlanjut, dan aku merasa staminaku sudah sangat terkuras. Semua itu karena trek yang kita lalui nanjak banget. Baru kali ini aku ndaki gunung dengan tracking jalan yang begitu miring. Selain itu beberapa kali kakiku harus terperosok karena tanah yang aku injak cukup gembur. Dan itu semakin membuatku capek. Kelihatannya temen-temen juga udah mulai pada capek, itu keliatan dari jalan mereka. Tiap beberapa langkah mereka narik napas.

Sekitar pukul lima sore, dengan sisa-sisa semangat yang masih ada akhirnya kita sampai di Pestan –pasti mikir sampai puncak ya? Belum masih separoh jalan. Dan di pestan inilah kita istirahat buat kesekian kalinya –mungkin di gunung lain namanya “Sabana” bukan “Pestan”.

Dengan view di sebelah barat ada gunung sindoro, ditambah sama kumpulan awan yang menyelimuti menjadikan lokasi ini sebagai tempat yang sangat tepat buat liat Sunset. Karena itu kita akhirnya mutusin buat nunggu sampai matahari terbenam sebelum lanjutin perjalanan. Dan kembali, makan jadi kegiatan kita sambil menunggu Sunset. Saat Sunsetpun akhirnya tiba, dan sebuah pemandangan yang indah terlihat.

Begitu matahari gak keliatan lagi dan diganti sama malam, udarapun berubah drastis. Yang tadinya masih cukup hangat dengan adanya sinar matahari, langsung berubah sangat dingin begitu matahari tenggelam di ufuk barat. Dan aku langsung pake baju pecinta alamku –sebenernya sih punya kakakku, tapi aku pinjem tanpa ngomong..hehe.

Sesaat setelah matahari terbenam, kita muali ngelanjutin perjalanan. Tapi karena kita istirahat cukup lama dan ditambah udara yang berubah drastis, salah satu dari rombongan mengalami keram di kakinya. Waktu itu Dikki yang menglaminya, baru beberapa meter kita jalan tau-tau kakinya mengalami keram. Beberapa kali coba di atasi tapi belum juga sembuh.

Rombongan sempet berhenti waktu itu. Tapi setelah diskusi, akhirnya rmbongan tetep melanjutkan perjalanan. Dan mas Panji yang akan nemenin Dikki sampe dia bisa jalan lagi. Rombongan bakal nunngu di tempat yang udah di janjiin yaitu “watu kotak” (batu kotak). Aku sendiri mutusin buat nunggu Dikki sampe keramnya sembuh. Selain aku juga ada adi yang juga nunggu.

Cukup lama waktu itu, sampai rombongan yang di depan udah gak keliatan –ya iya lah orang malem, apalagi di gunung jarak 10 meter aja gak bakal keliatan. sekitar setengah jam lebih kita nunggu disana, sampe akhirnya kita lanjutin perjalanan karena dikki udah bisa jalan lagi.

Kita berempat udah ketinggalan jauh dari rombongan. Dengan kondisi dikki yang gak 100%, ditambah sama staminaku yang udah turun drastis, kita jadi lambat buat jalan. Udara dingin dan lapisan oksigen yang semakin tipis jadi kendala lain. Apalagi buatku yang punya idung kecil ini, sedikit oksigen yang bisa aku hirup. Jadi aku gampang banget capek waktu itu. Akhirnya kita bisa nyusul yang laen. Mereka udah pada santai-santai nungguin kita.

Kita sempet istirahat lama sebelum sampe puncak. Buat api unggun sama masak bekal mie instan sama energen buat nambah energi. Kita ngobrol sambil menghangatkan diri deket api, tapi meskipun tangan udah di atas api tetep aja dinginnya gak ketulungan. Karena dinginnya gak mau di ajak kompromi, jadi aku pake tambahan jaket biar nguranin rasa dinginnya.

Sekitar jam 4 pagi akhirnya kita mutusin buat naik lagi supaya bisa liat sunrise dari puncak. Saat itu cha-cha sempet mau nyerah, dan mau nunggu aja di tempat kita istirahat tadi. Sebagai pacar yang baik hati, gak sombong, terus suka menabung, akhirnya kipli juga mutusin buat tinggal disitu. Tapi setelah dibujuk akhirnya cha-cha mau juga buat nerusin perjalanan. Giliran cha-cha udah mau lanjut, eh malah yoyok sama mitro yang yang nyerah.

Akhirnya dengan ditemani sama mas panji, mereka berdua tinggal di tempat api unggun tadi. Aku sih sebenernya udah hampir nyerah juga, tapi aku inget sama omongan temenku SMA namanya Syafi’i. Dia ngomong ngapain susah-susah naik gunung kalo gak sampe puncak. Dari situ aku punya keinginan buat naik lagi. Meskipun aku udah mikir bakal jadi yang terakhir sampe puncak, tapi aku yakin sama kemampuanku.

Berhubung tadi aku, dikki, sama adi jadi orang terakhir yang sampai di camp, jadi kita bertiga disuruh jalan di barisan depan. Seperti yang udah aku duga staminaku emang udah tinggal dikit –perlu diketahui kalo aku emang punya stamina yang bisa di bilang cukup lemah- jadi baru jalan bentar aja perlu istirahat. Tapi perkiraan kalo aku bakal sampe terakhir kayaknya gak terbukti. Aku, dikki, adi, sama ditemani salah seorang leader ternyata udah jauh ninggalin rombongan belakang. Aku sendiri bingung kenapa bisa terjadi. Padahal kita jalannya udah lambat banget, soalnya sering istirahat –sebenernya sih penyebabnya aku.

Akhirnya setelah perjuangan tanpa lelah kita sampai juga di puncak. Mas leader, adi, dikki, kemudian aku sampai. Hah, rasanya lega banget tuh bisa sampe. Dan sesampainya di puncak aku langsung cari tempat buat istirahat. Selang 15-30 menit rombongan mulai pada sampe di puncak juga.

Tujuan gak selamanya berhasil, apalagi tujuannya melihat kejadian alam. Yap, itu yang terjadi sama kita. Kita dari awal emang udah niat buat liat sunrise, tapi karena cuacanya mendung jadi mataharinya gak keliatan deh saat mau nongol dari timur. Yaaahh, sayang baget waktu itu. Tap semua gak terlalu kecewa baget kok. Soalnya kegagalan liat sunrise di ganti sama pemandangan awan yang bagus.
Mau liat foto-fotonya? Ini diaa....

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgWKQyk1DaeuSTp7fMZUQb8m9ZqBCTTAuDs-qsk0DRTh2s7xASucqnCTHrnDNjr_X-P1sKpVnb4wETbaaatnGjnmmc7PRjty6-CnXdY88xWZGE8Cb6zcxPVIHWZwKkFtSrnnK8NiYw8jsA/s400/33.png

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQfHtXkygYPh3phU3NMxUaddR-asExuqVLOXAcgApiWad_lDxejrifB1R-Tlxt708wzNjS-xQZBN0O2a32cqxxNmM6RfwjE9ckzfU4uCaWsHdbOy0MyjjWFu_jjv-YNQtkaiunlTRa7lo/s400/664.png

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQlW82IBAdm9UYKGeZe8UIACclgZ-ULx1EdEaOaJh3ikJxDeY6jayugjem-LhdnDoBRXgSQajhj3tlvM7ju9H9ATeI3pSune9ushmcirvINbvxI-fesCiKnLl8pQ4wZxxWzVUHAh4nFtw/s400/hagdfty.png

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDhNRZ8jQO1N4Sf182f-rsUXQb4kNe7g2EnxvNWuGMyJF5egcne1KIYDRezb_lxyKZ8GdnPSHBqNxBEwg2wjipQ-yh72OQnYbCHjVQqGH_cJaTHoKXEP6ozho4COrfcXaB3OFiEtxowgk/s400/puncak2.png

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbnd7Zy35cZuruz1OoJdTEzlV1ks1gkY6Z_a7SUKyuKh5NbgKQyN8eiHgh1fWvUJ-80TgUwNZ9mgaafsyZG8ENohN3r0yHowh-i7j9_xBV8V2oGG5n6I2_fmcf3euha_gJbCzgASqpi30/s400/Gundul.png


Setelah puas menikmati puncak akhirnya kita turun juga. Perjalanan turun beda sama pas naiknya. Semuanya kayak pada balapan buat turun. Jadi rombongan mulai terpecah di tengah jalan.

Di tengah jalan aku dapet masalah, yaitu dehidrasi. Perlu diketahui lagi kalo aku juga tipe orang yang gak bisa jauh sama air minum, alias gampang haus. Jadi ketika persediaan air abis rasanya udah kayak kehilangan separoh nyawa aku.

Kekurangan air membuat tubuhku lemas sama gemetaran. Ditambah sama terpaan sinar matahari jadi bikin aku keadaanku tambah parah. Rasanya tuh udah kayak jalan di gurun pasir. Kondisiku yang kayak gini bikin aku ketinggalan sama rombongan.

Mulai masuk ke hutan rasanya lebih nyaman. Banyaknya pohon menghalangi terpaan sinar matahari. Tentu saja dengan begitu kadar air di tubuhku gak cepet ilang kayak tadi sebelum masuk hutan, karena sinar matahari bikin air cepet menguap.

Di pos 2 kita sempet istirahat. Aku tentu yang paling terakhir samapai di pos dua. Istirahatpun rasanya gak bikin staminaku naik, lagi-lagi karena dehidrasi yang bikin kayak gitu. dengan sisa tenaga yang ada aku berjalan lemas menuju pos satu. Tangan dan kakiku benar-benar mulai gemetaran. Rasanya jalan begitu panjang dan gak ada ujungnya.

Rombongan udah pada istirahat di pos 1 ketika aku sampai disana. Dan ketika aku meletakkan tubuhku, aku langsung dikasih minum kayak orang di kasih pertolongan medis.hehe. sebagian udah mulai pada masak makanan yang tersisa, daripada di bawa pulang mending di habisin sekalian.

Setelah dapet minum rasnya staminaku jadi maksimal lagi. Dan begitu lanjutin balik dari pos 1 aku di suruh jalan di depan. Kayak bajaj di kasih NOS –aneh baget- yang tadinya jalannya lelet banget, setelah dapet minuman aku langsung ngacir di depan. Dan termasuk paling awal yang sampe di kampung.

Oh ya, mau kasih tau dikit. Waktu di kampung kita ketemu orang –Gila- yang ngaku namanya Mitsubishi Pajero..haha. jangan-jangan keturunan orang yang diriin pabrikan mobil mitsubishi nih.hahaha :p

Tunggu cerita selanjutnya.. “NewYorkarto”

0 komentar: